awesomemovies.org – Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi, atau SINDIKASI, dan didukung oleh Indonesian Cinematographers Society, ICS, menerbitkan sebuah kertas. Yang mana kertas tersebut berisikan tentang posisi Sepakat di 14: Advokasi Pembatasan Waktu Kerja dan Perlindungan Hak Pekerja Film Indonesia. Serikat Pekerja pangkas waktu kerja dengan maksimal 14 jam per harinya. Sekedar informasi untuk anda, kertas posisi tersebut bukan hanya membahas soal permintaan pangkas jam kerja saja, melainkan turut membahas sederet masalah yang seringkali dialami oleh para pekerja film.
Mulai dari waktu kerja yang tidak wajar, hingga “jalan tengah” yang diambil oleh pihak perindustrian film terhadap pekerjanya. Melansir dari sumber CNNIndonesia, pada Selasa, 29 Maret 2022 kemarin, kertas posisi tersebut terdiri dari susunan lembaga-lembaga terkait yang telah melakukan survei terhadap 401 responden. Survei tersebut juga menyeret lebih dari 100 pekerja film. Sementara itu, persoalan tentang data kualitatif yang berhasil di simpulkan dan dikirimkan melalui Forum Group Discussion (FGD) kepada lebih dari 22 partisipan, meliputi pekerja film dari profesi sutradara, asisten sutradara, production designer, art director, hingga produser.
Berdasarkan hasil survei, menunjukkan laporan bahwa para pekerja responden sebanyak 54,11 persen suara telah bekerja selama 16-20 jam per hari ketika proses syuting masih berjalan. Jam kerja yang melebihi waktu ketentuan, atau dikenal juga dengan istilah overwork, dinilai sangat berbahaya dan berdampak buruk untuk para pekerja film. Mulai dari dampak buruk pada kesehatan tubuh, hingga keselamatan. Tidak hanya sampai disitu saja, para pekerja film juga seringkali terseret oleh berbagai macam permasalahan soal keadilan kontrak kerja.
Yang mana isi kontrak kerja oleh perindustrian film dianggap sering merugikan pekerja karena masih belum memberikan jaminan soal hak normatif mereka, baik itu berupa asuransi, perlindungan upah, hingga kompensasi jadwal libur. “Berdasarkan penuturan dari hasil survei yang kami lakukan di lingkungan teman-teman partisipan di FGD, mereka seringkali menemukan pasal-pasal yang aneh. Bisa dikatakan juga bahwa pasal tersebut bersifat karet. Sangat menjebak dan mengancam keamanan para pekerja,” kata penulis kertas posisi Sepakat 14, yaitu Ikhsan Raharjo, mengenai Serikat Pekerja pangkas waktu kerja sebagai solusi, yang kami lansir dari sumber CNNIndonesia, pada Senin, 29 Maret 2022.
“Misalnya, para pekerja sudah harus standby enam bulan sebelum akhirnya syuting selesai. Selain itu, pekerja juga harus tetap bersedia melakukan proses syuting ulang apabila ada hasil yang mengecewakan, tetapi mereka tidak dibayar lebih dari proses syuting tambahan itu,” lanjutnya. Tidak hanya sampai disitu saja, CIS dan SINDIKASI juga mencatat bahwa masalah yang seringkali dialami oleh para pekerja film, adalah soal pemerintah yang seolah cuek dengan jasa pekerjanya.
UU 33 Tahun 2009 yang membahas soal Perfilman juga dianggap bukanlah pasal yang efektif memberikan perlindungan kepada para pekerja. Maka dari itu, SINDIKASI dan CIS dengan sengaja melakukan survei untuk menentukan solusi serta jalan tengah dari berbagai macam permasalahan yang seringkali terjadi di industri perfilman Tanah Air. Adapun solusi yang sudah terkuak dan sedang menjadi perbincangan hangat, adalah jam kerja pekerja film maksimal 14 jam per harinya.
Sementara itu, di kesempatan yang sama SINDIKASI dan CIS juga meminta agar Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dan Badan Perfilman Indonesia, alias BPI, turut turun tangan untuk benar-benar memberikan perlindungan sesuai kepada para pekerja. “Sudah seharusnya pemerintahan Indonesia turun tangan dan menempatkan diri pada kepentingan yang dibutuhkan oleh pekerja film berdasarkan urutan buncit prioritas kerja,” ujar pernyataan Sindikasi dan CIS. “Hal ini juga dibuktikan dengan adanya program-program yang masih dijalankan oleh tiga kementerian. Namun, sangat disayangkan bahwa program tersebut justru cenderung lebih memenuhi kebutuhan pengusaha perfilman dibandingkan keamanan para pekerja,” lanjutnya.
SINDIKASI dan CIS juga menawarkan sejumlah solusi terbaik yang dapat dijadikan langkah bijak oleh beberapa pihak, mulai dari pemerintah, asosiasi profesi film, pekerja film, hingga institusi pendidikan. Dengan keterlibatan aktif yang disuarakan oleh banyak orang, pihak tersebut semakin yakin bahwa akan ada perubahan yang tepat dan bersifat manusiawi demi keadilan industri film Indonesia. Serikat Pekerja pangkas waktu kerja, bertujuan untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang seringkali terjadi dan dialami oleh para pekerja film tersebut.